Catatan Budaya Jagad N *)
Jumat, 9 Agustus 2024 usai solat Jumat, masyarakat dikejutkan dengan peristiwa sumpah pocong yang dilakukan Saka Tatal, sebagai bentuk kesungguhan dia untuk menyampaikan kebenaran. Ketika hukum sudah tidak mampu mengayomi kebenaran, sumpah pocong dianggap sebagai jalan terakhir untuk menunjukkan kebenaran.
Sumpah pocong biasa dilakukan orang-orang, adakalanya untuk menyangkal ketidakbenaran yang disampaikan/dikatakan oleh orang lain, atau untuk menyelesaikan perselisihan. Kadang-kadang juga sumpah itu diucapkan untuk menandaskan bahwa apa yang disampaikan/diucapkan itu sesuatu yang benar.
Sumpah pocong adalah tradisi yang cukup dikenal di Indonesia. Ritual ini melibatkan seseorang yang bersumpah dalam keadaan menyerupai jenazah, yaitu dengan dibungkus kain kafan. Meskipun banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim, sumpah pocong sebenarnya bukan bagian dari ajaran Islam, melainkan tradisi budaya setempat.
Di Cirebon, Jawa Barat, salah satu lokasi yang disebut biasa dijadikan sebagai tempat digelarnya ritual sumpah pocong adalah Padepokan Agung Amparan Jati. Padepokan tersebut beralamat di Desa Lurah, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon.
Menurut pimpinan Padepokan Agung Amparan Jati, Raden Gilap Sugiono, sumpah pocong merupakan salah satu upaya untuk mencari keadilan maupun kebenaran. Ia menyebut, Padepokan Agung Amparan Jati sendiri telah beberapa mengadakan ritual tersebut.
Tidak main-main dengan sumpah pocong. Dampak dari ritual sumpah pocong tersebut, bagi orang yang melakukan sumpah pocong namun ternyata berbohong, maka akan ada dampak yang bakal diterima.
Sumpah pocong adalah salah satu tradisi masyarakat untuk memutus suatu perkara. Masyarakat meyakini sumpah pocong membawa dampak langsung terhadap para pihak yang mengucapkannya. Meskipun demikian, tradisi ini menjadi bermasalah jika dihadapkan dengan hukum yang berlaku. Dalam ketentuan hukum acara, tidak ada penjelasan bahwa sumpah pocong termasuk dalam salah satu alat bukti.
Sumpah pocong, sebuah ritual yang melibatkan seseorang disumpah dalam kondisi terbungkus kain kafan seperti pocong, memiliki sejarah yang kompleks dan tidak mudah dilacak secara pasti. Namun, berdasarkan beberapa sumber, sumpah pocong diyakini berawal dari tradisi masyarakat Jawa.
Praktik ini muncul sebagai bentuk penyelesaian sengketa atau konflik yang tidak dapat diselesaikan melalui metode lain, baik secara hukum adat maupun hukum formal. Dalam konteks ini, sumpah pocong dianggap sebagai jalan terakhir, di mana pelakunya harus bersumpah dengan segala konsekuensi yang dipercayai akan diterima jika ia berbohong. Ritual ini mencerminkan kepercayaan masyarakat akan kekuatan supranatural dan ketakutan terhadap akibat yang mungkin terjadi jika sumpah tersebut dilanggar.
Sumpah Pocong dalam Kepercayaan Masyarakat
Dalam kepercayaan sebagian Muslim di Indonesia, ada keyakinan bahwa orang yang telah meninggal dapat bangkit kembali dalam wujud pocong, yaitu jenazah yang masih terbungkus kain kafan. Pocong menjadi simbol yang sangat menakutkan karena berkaitan langsung dengan kematian dan dunia gaib. Ketakutan mendalam ini menjadi salah satu alasan mengapa sumpah pocong dianggap sebagai bentuk sumpah yang paling sakral dan mengikat. Dalam ritual sumpah pocong, seseorang yang disumpah diyakini akan segera menemui ajal jika ia melanggar atau mengkhianati sumpahnya. Meskipun ritual ini sering dikaitkan dengan Islam, sebenarnya sumpah pocong tidak sepenuhnya berasal dari ajaran agama tersebut. Praktik ini lebih banyak dipengaruhi oleh adat istiadat dan tradisi masyarakat Jawa yang telah berkembang sejak lama, di mana unsur kepercayaan lokal bercampur dengan nilai-nilai agama.
Proses Sumpah Pocong
Sumpah pocong adalah sebuah ritual sakral yang dilakukan ketika terjadi perselisihan yang sulit diselesaikan melalui cara-cara biasa, seperti konflik mengenai harta warisan, utang piutang, atau kasus fitnah.
Dalam situasi di mana tidak ditemukan jalan keluar untuk pengambilan keputusan, sumpah pocong menjadi opsi terakhir untuk menyelesaikan masalah. Ritual ini biasanya dipimpin oleh ketua adat atau pemuka agama yang memiliki otoritas dan dihormati dalam komunitas. Prosesi sumpah pocong dimulai dengan membungkus orang yang bersumpah dalam kain kafan, seperti layaknya jenazah yang akan dimakamkan. Di hadapan saksi, orang tersebut akan bersumpah bahwa ia berkata jujur dan tidak bersalah.
Keyakinan yang melatarbelakangi ritual ini adalah bahwa jika orang yang bersumpah berbohong, maka ia akan mendapat laknat dari Tuhan dan menghadapi azab, yang sering kali diyakini berupa kematian mendadak atau musibah lain dalam waktu yang ditentukan. Sebaliknya, jika orang tersebut tidak mengalami hal buruk setelah batas waktu yang disepakati, maka ia dianggap jujur dan benar dalam perselisihan tersebut.
Masyarakat tradisional tidak bisa menerima begitu saja, mereka menginginkan adanya sebuah sanksi (akibat) apabila mereka melakukan sumpah yang tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Karena itu dilakukan sumpah pocong (simbolisme sanksi kematian) yang menurut keyakinan mereka apabila orang yang bersumpah dengan melakukan sumpah pocong benar-benar melakukan dosa, maka ia akan langsung dihukum Tuhan dengan kematian.
Sumpah pocong lalu menjadi salah satu upaya hukum yang “sakti” guna menyelesaikan berbagai macam kasus, baik yang berbentuk perdata maupun pidana. Sumpah pocong tak diingkari acapkali melanda pelakunya. Penyebabnya, bisa jadi selain sumpah diucapkan langsung kehadirat Tuhan, juga dilakukan di tempat ibadah yang mengandung konotasi tempat yang suci.
Sedang tujuan dilaksanakan sumpah pocong adalah untuk memberi peringatan kepada kedua belah pihak yang bersengketa serta masyarakat supaya tidak mudah menuduh atau menfitnah serta tidak mudah untuk melaksanakan sumpah pocong. Untuk memberi peringatan pada orang yang bersumpah (berbuat) supaya memiliki rasa takut dan rasa untuk selalu beristighfar atas perbuatannya yang keji serta sangat merugikan orang lain.
Pelaksanaan sumpah pocong, sebagaimana yang diyakini masyarakat sangat manjur untuk menyelesaikan sengketa, memiliki beberapa dampak, yaitu : a) Dampak psikologis. Sumpah ini dilakukan dengan cara dikafani sebagaimana layaknya mayat supaya pelaku sumpah mengucapkan sumpahnya dengan sungguh-sungguh dan tidak berbohong. b). Tertuduh bebas dari segala macam bentuk tuduhan dan cemoohan masyarakat.
Pelaksanaan sumpah pocong tidaklah bertentangan dengan syari’at Islam, sebab dalam sumpah dikenal adanya taghlidzul yamin (pemberatan sumpah). Hanya masalah pakaian orang yang bersumpah tidak dijumpai hukumnya dalam Islam. Dipergunakannya pakaian seperti itu selain sebagai perlakuan adat, juga dimaksudkan agar orang yang bersumpah berkata jujur dan berhati-hati. Jadi sumpah pocong sah-sah saja dilakukan selama sumpah itu diperlukan.
Mari kita arif dalam menyelesaikan suatu perkara.
*) Pekerja media, penikmat kopi pahit